26 Agustus, 2007

Penjelasan Br. P. Weiderkehr SJ.


Tophan Putra yang baik,

Terima kasih atas e-mail tertanggal 08 Agustus 2007, dengan masalah yang menurut saya tidak begitu baru. Meskipun demikian, saya berharap e-mail itu juga terbaca oleh pimpinan PIKA yang sedang di luar negeri dan semua staf PIKA.

Kepada para alumni semua, perlu saya jelaskan mengapa masalah ini saya anggap tidak begitu baru.

Unit Pendidikan PIKA, tahun ini merayakan HUT yang ke 35, sedangkan masalah tersebut kami ketahui bersama pada usia PIKA yang ke 10, yaitu ketika kami mengadakan evaluasi dengan mengirim surat kepada semua perusahaan yang menggunakan ex siswa PIKA sebagai karyawannya. Pertanyaan kami kurang lebih :
Puaskah mereka dengan pengetahuan profesi perkayuan para ex siswa PIKA ?
Puaskah mereka dengan sikap mental para ex siswa PIKA ?
Hasil dari pertanyaan pertama, 80 % responden puas dengan pengetahuan yang dimiliki para ex siswa, sedang pada pertanyaan ke dua 47 % responden yang tidak puas dengan sikap mental para ex siswa, artinya masih ada 53 % responden yang puas dengan sikap mental ex siswa.

Selanjutnya kami rapat dengan para dewan guru untuk membahas masalah tersebut. Kami bertanya apakah akan menutup unit pendidikan atau memperbaikinya ?. Dan dewan guru sepakat untuk memperbaikinya.

Caranya, saya membuat formulir setengah A4 yang dibagi dalam 3 kolom (A,B,C).
Kolom A diisi dengan jabatan sebagai staf pengajar, dan mata pelajaran yang diampu
Kolom B diisi dengan cara atau strategi mengajar yang digunakan untuk pembentukan sikap/mental siswa
Kolom C diisi dengan sasaran, yaitu sikap mental yang ingin diperbaiki
Waktu itu, yang menjadi kepala sekolah adalah Bp. Ignatius Susmadi. Beliau juga mengisi formulir tersebut karena beliau juga mengajar Bahasa Indonesia untuk semua kelas. Ada tiga cara/strategi yang beliau tempuh, salah satunya adalah dengan mengikuti perkembangan penggunaan bahasa sehari-hari para siswa. Dengan cara tersebut, salah satu sasaran yang berhasil beliau tanamkan adalah kesadaran dari para siswa untuk menghargai setiap mata pelajaran yang saat itu harus mereka ikuti sebagai sesuatu yang sangat penting untuk masa depan para siswa itu sendiri. Karena beliau mengajar Bahasa Indonesia, kepentingannya adalah sebagai alat komunikasi.

Semua guru mengisi formulir tersebut. Dan seorang Romo dari Loyola yang waktu itu membantu mengajar agama merasa puas dengan usaha ini.

Lima tahun kemudian, kami mengevaluasi lagi dengan pertanyaan yang sama, dengan mengirim surat kepada perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan ex siswa PIKA. Hal ini masih memungkinkan karena waktu itu kami membuat ketentuan bahwa bila ex siswa pindah tempat kerja atau tempat tinggal harus melapor ke almamater.

Hasil evaluasi kami setelah 5 tahun, tentang kemampuan profesi siswa ada kenaikan prosentase sedikit (dari 80 % puas menjadi 85 % puas), dan dengan sikap mental ex siswa, yang dulunya 53 % puas sekarang menjadi 76 % puas.

Saat ini situasi sangat berbeda. Tetapi hal ini tidak hanya terjadi di PIKA.
Kalau kita bertanya kepada dosen senior Universitas Sanata Darma atau guru senior SMA Loyola, atau guru PIKA, semua merasa bahwa makin lama makin merat mengajar murid/mahasiswa. Dukungan dari orang tua untuk membantu anakpun menurun.
Dulu ada 14 ex siswa/siswi yang menolong sebagai staf/guru di unit-unit PIKA. Sekarang, yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di PIKA dapat dihitung dengan 1 tangan saja.
Yang mendaftar di PIKA sangat menurun. Dulu kami bisa memilih 1 dari 4 atau 5 calon. Sekarang kita harus menerima 80 % dari pendaftar.
Perbedaan ini jelas sangat memberatkan Pimpinan dan staf di unit-unit usaha PIKA untuk dapat mengatur dengan baik.

Daftar perbedaan ini dapat diperpanjang lagi, tetapi saya kira contoh-contoh ini cukup.

Saya sendiri berharap bahwa ex siswa mau menolong unit pendidikan di PIKA, seperti sekarang anda juga menolong dengan memasukkan order/pekerjaan di unit produksi.

Lebih dari 100 ex siswa/siswi di kota Semarang dan sekitarnya. Pasti ada pimpinan perusahaan yang mau mengijinkan anda untuk mengajar 5 jam saja dalam seminggu di PIKA. Tawaran ini pasti akan diterima oleh Pimpinan PIKA dengan tangan terbuka.

Kesempatan ex siswa menolong PIKA lagi dalam rangka HUT 35 PIKA. Saya juga mendengar bahwa akan ada reuni ex siswa. Saya dengar di bulan Oktober. Saat itu ex siswa PIKA dapat berbicara dengan para staf PIKA tentang situasi yang ada, mengevaluasi perjalanan PIKA, dan mewujutkan rencana bantuan secara konkrit di unit pendidikan.

Saat ini sudah lebih 1000 orang yang masuk Pendidikan PIKA. Ex siswa/siswinya sekitar 800 orang. Kalau kita semua (termasuk saya sebagai mantan pimpinan dan guru PIKA) berdoa dan berusaha bersama agar nama PIKA tetap baik, kita akan berhasil. Akhirnya, saya atas nama pribadi dan PIKA mengucapkan terima kasih kepada anda semua.

Salam untuk semua keluarga dan selamat bekerja memperjuangkan nama PIKA.


Br. Paul Wiederkehr, S.J.

Tidak ada komentar: