27 September, 2007

Marah

Marah

Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah tahun 1996, saya berkunjung ke
kota Pontianak, teman saya di sana mengajak saya memancing Kepiting.
Bagaimana cara memancing kepiting ?


Kami menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke batang bambu itu, di
ujung lain tali itu kami mengikat sebuah batu kecil. Lalu kami mengayun
bambu agar batu di ujung tali terayun menuju kepiting yang kami incar, kami
mengganggu kepiting itu dengan batu, menyentak dan menyentak agar kepiting
itu marah, dan kalau itu berhasil maka kepiting itu akan 'menggigit' tali
atau batu itu dengan geram, capitnya akan mencengkeram batu atau tali dengan
kuat sehingga kami leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor
Kepiting gemuk yang sedang marah.


Kami tinggal mengayun perlahan bambu agar ujung talinya menuju sebuah wajan
besar yang sudah kami isi dengan air mendidih karena di bawah wajan itu ada
sebuah kompor dengan api yang sedang menyala. Kami celupkan kepiting yang
sedang murka itu ke dalam wajan tersebut, seketika Kepiting melepaskan
gigitan-nya dan tubuhnya menjadi merah, tak lama kemudian kami bisa
menikmati kepiting rebus yang sangat lezat.


Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena kemarahannya, karena
kegeramannya atas gangguan yang kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas
tali dan sebuah batu kecil.


Kita sering sekali melihat banyak orang jatuh dalam kesulitan, menghadapi
masalah, kehilangan peluang, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya
karena : MARAH.


Jadi kalau anda menghadapi gangguan, baik itu batu kecil atau batu besar,
hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan
dua tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar
kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka anda
mereda dan anda terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan
masa depan anda.

26 September, 2007

Untuk Inspirasi Alumni PIKA

Dari Mendesain sampai Purna Jual

KETIKA Diana Dewi (32) lulus dari Jurusan Desain Interior, Universitas
Trisakti, dia bingung ke mana mesti melamar pekerjaan. Saat itu, krisis
moneter mendera Tanah Air, hingga pembangunan rumah maupun gedung tidak
berjalan dan banyak orang yang sudah bekerja terkena pemutusan hubungan
kerja (PHK).

KALAU mereka yang punya pengalaman kerja saja di-PHK, apalagi saya yang
fresh from the oven. Jadi, saya tahu diri, saya enggak melamar pekerjaan ke
perusahaan konsultan, developer, atau produsen mebel. Kebetulan sewaktu
kuliah, kami harus membuat tugas berbagai produk, jadi saya kenal beberapa
tukang kayu, kata Diana, desainer interior Kagelupe Home Design di kawasan
Kemang, Jakarta Selatan.

Diana pun memberanikan diri membuat mebel dan menyediakan jasa mendesain
interior. Agar orang mengenalnya, Diana kerap mengikuti pameran dan bazar.
"Konsumen awal saya justru orang asing, makanya setelah punya sedikit uang,
saya membuka tempat kecil di Kemang, kawasan tinggalnya orang asing di
Jakarta," Diana mengenang.

Konsep yang ditawarkan Diana adalah mendesain sekaligus membuatkan mebel
sesuai hasil kesepakatannya dengan konsumen, dan harganya dibuat semurah
mungkin. Meskipun relatif murah, namun kualitas tetap diutamakannya. Alasan
Diana, "Untung tidak perlu banyak, rugi pun enggak apa-apa, asal konsumen
puas dan mau cerita ke teman-temannya. Maka, kesinambungan pesanan ini yang
saya cari," ujarnya.

Oleh karena dia menyukai gaya modern simpel, maka desain mebel produknya pun
umumnya bergaya sama. Agak berbeda dengan Diana yang memang punya latar
belakang desainer interior, Hery Pramono (31) yang lulus sebagai arsitek,
justru lebih tertarik mendesain interior dan memproduksi mebel.

"Sejak semester dua, sekitar tahun 1993 saya sudah menerima pesanan bufet.
Kebetulan saya kenal tukang yang bagus, makanya dengan sedikit kemampuan
menggambar saya bisa berkomunikasi dengan konsumen maupun tukang kayu," kata
Hery yang sejak tahun 2000 memiliki tempat kerja dan sekitar 30-an pekerja
di kawasan selatan Jakarta.

Sebagian "ilmu" soal mebel justru diperoleh Hery dari para tukangnya. Dia
mengaku daya imajinasi, kemampuan menggambar, dan hobinya menata ruang yang
membawanya ke dunia desain interior. "Setelah sekitar delapan tahun menekuni
desain interior dan membuat mebel, saya tahu di sini diperlukan selera yang
bagus dan insting yang kuat. Sementara persoalan teknisnya bisa menyusul
kemudian," tutur Hery yang punya kliennya menyebar dari Tanjung Duren,
Jakarta Barat, sampai Cilandak, Jakarta Selatan.

Tak jauh berbeda dari Hery, Nancy Lianita (26), yang berlatar belakang
pendidikan arsitektur, juga memberanikan diri menekuni desain interior
sekaligus memproduksinya. "Saya merasa tidak sanggup bekerja sebagai
arsitek. Ini pekerjaan jangka panjang, dan selama itu pula kita mesti
berhubungan terus dengan tukang yang kelakuannya macam-macam," kilahnya.

Sementara sebagai desain interior sekaligus produsennya, dia merasa lebih
pas, karena pekerjaan membuat mebel relatif lebih cepat daripada membangun
rumah, dan tak memerlukan banyak tukang. "Konsumen saya banyak yang minta
desain untuk dapur dan lemari untuk kamar baju," kata Nancy yang sekarang
punya 18 tukang ini.

HERY, Nancy, dan Diana hanyalah sebagian dari banyak orang dari berbagai
latar belakang yang-terutama setelah krisis moneter-terjun menjadi desain
interior sekaligus memproduksinya. Dalam berhubungan dengan konsumen, mereka
tak hanya berlaku sebagai desain interior saja, tetapi sekaligus menjadi
produsennya.

Alasan umum yang dikemukakan, dengan memiliki tempat kerja sendiri, mereka
merasa lebih mudah mendapatkan desain seperti yang diinginkan. Padahal
sebagian orang berpendapat, desainer interior sebaiknya berkonsentrasi pada
penataan ruangnya semata, sementara produksi diserahkan kepada yang lain.
Alasannya, dalam hal ini desainer interior pun berfungsi sebagai "alat
kontrol" terhadap barang yang sudah dipesan sesuai kesepakatan desainer
interior dengan konsumennya.

Bila desainer interior sekaligus menjadi produsen mebelnya dikhawatirkan
idealisme artistik dan kepentingan konsumen bisa terabaikan.
Pertimbangannya, bila barang yang diproduksi ternyata tak sesuai dengan tata
interiornya, bisa-bisa si desainer interior mengalahkan penataan interiornya
sebab dia tak ingin merugi dengan membetulkan atau membuat baru mebel yang
tak sesuai tersebut.

Mengenai hal itu, Hery mengatakan, sebelum mencapai kesepakatan dengan
konsumennya, dia biasanya telah mengadakan berkali-kali pembicaraan disertai
dengan gambar-gambar. Dia harus merasa yakin bahwa konsumennya paham
maksudnya, dan mereka sepakat dengan apa yang ditampilkan dalam gambar tiga
dimensi buatannya.

"Agar bisa tetap berkonsentrasi, saya membatasi diri dalam mengerjakan
proyek. Pada saat bersamaan, paling banyak saya mengerjakan tiga proyek
saja. Saya takut overload dan mengakibatkan duplikasi pada desain mebelnya,"
kata Hery. Kalau dia tidak membatasi diri, dalam sebulan bisa lima proyek
datang padanya. Seandainya klien setuju, dia akan menunda proyek yang datang
sampai proyek yang tengah dikerjakannya selesai. Akan tetapi, bila kliennya
terburu-buru, permintaan itu terpaksa ditolaknya.

Ibaratnya pemain sinetron yang bisa pecah konsentrasinya bila harus bermain
dalam banyak judul dalam masa syuting bersamaan, para pendesain dan pembuat
mebel ini juga khawatir tak bisa memuaskan konsumennya. Diana yang kini
tengah menyelesaikan tujuh proyek, berani menerima sekitar 10 proyek dalam
masa bersamaan karena dalam menjalankan usahanya dia dibantu teman-temannya
yang juga desainer interior.

"Seperti sekarang ini, pada saat yang sama saya harus menyelesaikan 7-10
proyek, dan semuanya minta selesai sebelum hari Lebaran. Kami harus bekerja
keras supaya proyek bisa selesai tepat waktu dengan kualitas terjaga," kata
Diana yang kini mempunyai 20 orang pekerja di bengkelnya.

Hubungan dengan konsumen pun tidak terputus begitu proyek selesai. Diana dan
Hery misalnya, mau menerima perbaikan atau perubahan yang diinginkan
konsumennya pada mebel produk mereka, meskipun usia mebel sudah dua-tiga
tahun. Ini semacam servis purna jual, dengan ongkos tak semahal pembuatan
baru.

KALAU mendengar cerita beberapa desainer sekaligus produsen interior,
tampaknya bidang usaha ini masih terbuka. Mereka memang keberatan
menyebutkan berapa omzet usahanya selama ini. Namun hal pasti, kalau semula
mereka mengerjakan interior rumah-rumah kalangan menengah ke atas, sekarang
mulai merambah ke kantor dan juga interior untuk kafe-kafe.

Diana misalnya, berusaha berpromosi lewat televisi dengan menyediakan mebel
yang dibutuhkan stasiun televisi tersebut. Lewat cara inilah orang mengenal
namanya, dan pesanan pun datang. Maka, kalau semula dia yang mendatangi
stasiun televisi, kini merekalah yang minta Diana membuatkan mebel untuk
keperluan mereka. "Saya juga diminta mengisi acara Home And Beauty di SCTV,
yang intinya bagaimana menata interior dengan mengetengahkan penampilan
interior sebelum dan sesudah ditata," ujarnya.

Mereka secara tak langsung menyatakan usahanya masih "kelas" menengah ke
bawah, namun dengan klien dari kalangan menengah ke atas. Alasannya, orang
yang ingin menampilkan "dirinya" lewat interior biasanya memiliki uang lebih
banyak daripada kebutuhan mereka bila berbelanja interior di toko mebel
biasa.

Bayaran yang biasa dipungut para desainer interior-selain biaya untuk
berbelanja bahan dan membayar tukang-berkisar antara 7 hingga 10 persen dari
nilai proyek. Sementara harga mebel buatan mereka amat bervariasi,
tergantung dari desain, penggunaan bahan, serta tingkat kesulitan
pembuatannya.

Agar tidak ketinggalan tren, para desainer interior dan produsennya ini
harus rajin mengikuti perkembangan tren mebel dengan segala aksesorinya.
Menurut Hery, barang-barang kecil yang berkaitan dengan mebel, seperti
engsel lemari, rel, dan pegangan pintu amat beragam model, warna dan
kualitasnya. "Hal seperti ini tidak bisa kita dapatkan hanya lewat majalah
interior, tetapi kita sendiri mesti rajin jalan-jalan ke pusat-pusat
peralatan interior. Ini belum termasuk perkembangan warna dan corak kain
pelapis yang juga sangat banyak jenisnya," tuturnya.

Beragamnya produk mebel para desainer sekaligus produsen interior ini
membuat harga satuan mebel mereka pun sangat bervariasi, dari sekitar Rp
250.000 sampai puluhan juta rupiah. Sedang omzetnya dalam setahun berkisar
antara ratusan juta rupiah hingga dua miliar rupiah. Sangat lumayan.. (CP)

20 September, 2007

13 September, 2007

Wisata di Danau Toba



Inilah Boat yang melayani penyeberangan penumpang dari Prapat ke Tomok di Pulau Samosir. Menyeberangi danau yang tenang di udara yang sejuk. Nyamaaaan...!



Mumpung di Museum orang Batak, nyobain pakaian Batak. Gagah juga lho !















Patung Sigale-gale dengan legendanya menjadi daya tarik tersendiri bagi Samosir.

Wisata di kota Bukittinggi



Salah satu obyek wisata di kota Bukittinggi adalah Goa Jepang. Goa peninggalan jaman PD.II yang dibuat oleh Jepang ini sungguh mengagumkan. Di bawah kota Bukittinggi ada lebih dari 5 KM Goa seperti ini. Mulit Goa ada di beberapa tempat, antara lain di Benteng Fort De Kock (sebelah timur kota) dan Ngarai Sianok (sebelah barat kota). Kita dapat membayangkan berapa ribu orang Romusha yang dipekerjakan dan mati di tempat ini.



Bagian dalam Goa (sayang gambarnya kurang tajam). Bisa dibayangkan kalau tanpa lampu, betapa mengerikan suasana di dalam Goa.

12 September, 2007

Masalah PIKA buat BRUDER!!!

Iya nih, Thomas bikin bingung aja.
Thomas mengangkat pemikiran bahwa Bruder salah memilih pengganti Bruder
sebagai Direktur PIKA.
Menurut saya, pernyataan ini kurang tepat, karena :

1. PIKA bernaung di bawah Yayasan Kanisius. Jadi dalam hal ini pengambil
keputusan mengenai siapa pengganti Bruder adalah Yayasan Kanisius
(Provinsial SJ ?), bukan Bruder. Kalau Bruder pada waktu itu mengkader Romo
Joko, menurut saya pasti bukan karena kemauan Bruder pribadi, tetapi atas
permintaan atasan. Bruder sekedar pelaksana.

2. Fakta bahwa Romo Joko sebelum menjabat sebagai Direktur sudah melalui
proses magang sebagai Wakil Direktur, menurut saya sudah merupakan proses
pengkaderan yang baik. Terlepas bahwa kepemimpinan Romo Joko ada yang
menilai gagal, bukan berarti merupakan kesalahan pengkaderan.

3. Kalau toh dikatakan ada unsur "salah pilih orang", bagaimana bisa
dikatakan salah pilih kalau calonnya hanya satu ? Alumni PIKA yang masuk SJ
kan baru satu. Dus, tidak ada calon lain. Mungkin nanti akan tiba saatnya
Direktur PIKA bisa dijabat orang profesional awam (bukan SJ).

4. Kalau toh Romo Joko dinilai gagal. Ya namanya manusia, sekali-kali bisa
gagal juga. Tidak usah disesali.

5. Saat ini bukan saatnya lagi mencari siapa yang salah. Saat ini PIKA sudah
punya Direktur baru lagi. Apakah pasti berhasil ? Tidak ada yang bisa jamin,
kalau tidak didukung oleh semua yang terlibat, termasuk kita.

Salam,
PDS

----- Original Message -----
From: Yustinus Utama

Halo om Tri
pa kabar nih?
Garrinchanya angk. 25 plus duet striker dengan Mas Wayan.
Kangen nih ma kamu. Piye ntar da reuni datang ga???
Sekarang kerja dimana? Da masalah apa kok Bruder ampe dibawa2 ke mailis
PIKA?Masih inget aku kan TEMPIR 26 th, aku ge ntes wae join di mailis Alumni
PIKA, Wayan kerja di KLI bagian Garden Furniture, masih sering kontak ke dia
ga????

Tri Buana <tribuana_st@yahoo.com.sg> wrote:

Maaf,
Topik masalahnya apa....

Yang jadi binun???
Tri Buana

----- Original Message -----
From: Steven Seagal

Bruder yang baik hati ijinkan saya respon masalah PIKA
yach?

Itulah resiko kalo estafet kepimpinan gagal, Seperti
Bangsa Indonesia yang gagal memilih presiden yang MUMPUNI
(Handal&Cakap), maka dampak negatif semenjak kerusuhan Mei
1998 sampai sekarang Kita tidak bisa lepas dari krisis
seperti : Ekonomi, Moral, Disiplin, Rohani dllnya.

Dan Ingat pepatah "PEMBUSUKAN SELALU DIMULAI DARI KEPALA"

PIKA bisa terpuruk karena telah gagal di "Kepala"

Maaf Bruder jangan marah ya! waktu memilih Rm JK spekulasi
Bruder Gagal!, itu hal yang manusiawi, saya tidak
menyalahkan Bruder, Emang susah rambut sama hitam dalamnya
laut dapat diduga tetapi dalamnya hati tidak ada yang
tahu.

Atas semua hal yan terjadi, akhirnya sebagai orang timur
dan sebagai bangsa pemaaf dan pelupa maka Kita hanya bisa
NGELUS DADA dan menerima dengan LEGOWO dan IKHLAS menerima
keadaan yang ada.

Sekali lagi mohon maaf kalo ada kata2 yang keras dan
kurang berkenan di hati.

Sudah waktunya Kita dewasa untuk menerima perbedaaan dan
itulah salah satu gunanya MILIS ini dibentuk agar Kita
tidak ada jarak dan efesien untuk berbagi ide,saran dan
kritik.

Salam Hormat,
Thomas.

Usul bahan diskusi Reuni

Halo Panitia Reuni !

Pada waktu Reuni IKAPIKA INTIM di Surabaya tahun 200* (lupa) tercetus
pemikiran bahwa salah satu usaha nyata Alumni PIKA dalam membantu
Almamaternya adalah dengan "membantu mencarikan / memberi order" supaya unit
produksi PIKA mencapai kapasitas optimal, sehingga dapurnya tetap mengepul.

Saya tidak tahu apakah pemikiran itu sudah diwujudnyatakan. Kalau belum atau
baru "sedikit-sedikit", saya usul dalam reuni kali ini hal itu dikonkritkan.
Kalau perlu dibentuk team khusus.

Salam reuni,
PDS

05 September, 2007

Guru Teman dan sahabat kita yang awet Muda



Wo.....
Rekan kita yang satu ini tidak berubah yach.....
masih awet muda...
hehehehe

Siapa yang mau naksir contact aja
hihihihih
Masih Jomblo Loh
he he he he

03 September, 2007

Reuni Alumni Pika 17 s.d 18 Oktober 2007

Haloo.....
Apa kabar.....
Lama ndak tulis menulis di milis nih.... sekarang ada blog alumni pika dan membuat kita tambah wawasan dan tidak gaptek lagi....
hehehehe
Ya... maklum lah... usia semakin bertambah tapi kalo tidak mengikuti perkembangan teknologi ya iok iok juga....

Minggu lalu Ada rapat untuk ngadain Reuni Pika tanggal 17 s.d 18 Oktober 2007....
Jangan lupa ikutan yo...
temen temen seperti Thomas dkk jakarta jangan lupa datang
apalagi yang dari Surabaya indonesia Timur juga diharapkan datang.....

Nah...
sekarang para alumni juga diberi tugas baru ngumpulin dana juga dan diharapkan ada Donatur deh....
hihihihih

oke deh....
nanti kalo sudah tiba waktunya saya ingetin lagi deh melalui SMS / email / dan Blogger alumni-pika...
salam sukses


Esn