[10/8/07]
Bila sedang malas, atau kebetulan bank tutup, pengendara yang kena tilang
boleh membayar denda secara langsung ke petugas khusus.
Anda pernah merasa kesal karena kena tilang polisi karena motor Anda tak
memiliki kaca spion? Mungkin di hari lain, mobil Anda ditilang hanya karena
melewati garis batas putih di traffic light beberapa senti? Anda tidak
sendirian. Bisa jadi puluhan orang tertimpa nasib yang sama setiap hari.
Sayang, acapkali rasa kesal terhadap polisi muncul karena ketidaktahuan kita
sendiri terhadap proses tilang yang sebenarnya. Apalagi kalau sudah bicara
slip merah atau slip biru.
Kurangnya pemahaman tentang mekanisme tilang dan makna lembaran surat tilang
membuat pengendara lebih sering mencari jalan pintas. Bayar...langsung
tancap gas. Saat ditanya arti slip merah dan slip biru, beberapa orang
pengendara yang sedang mengurus tilang di PN Jakarta Selatan hanya angkat
bahu. Ketidaktahuan acapkali terjadi karena minimnya informasi.
Lantaran itu pula, pengendara tak menghiraukan manakala polisi langsung
mencatat data di atas slip merah. Padahal, selain slip warna merah, Anda
sebagai pengandara berhak meminta slip berwarna biru. Pengalaman hukumonline
pertengahan Juli lalu menunjukkan, memang tidak mudah mendapatkan slip biru
kalau tidak diminta.
"Selamat malam Pak, Anda belok saat lampu telah menyala". Kalimat itu
membuarkan lamunan malam ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB lewat.
Seorang petugas polisi lalu lintas minta surat-surat kendaraan. Lantaran
sudah larut malam dan tak ingin urusan menjadi ribet, wartawan hukumonline
mengaku salah dan minta diberikan slip biru.
Permintaan itu tak langsung dipenuhi. Apalagi hukumonline menanyakan
bagaimana mekanisme pembayaran denda lalu lintas ke Bank Rakyat Indonesia.
Polisi yang menahan memanggil polisi lain. Barulah permintaan slip biru
dipenuhi.
Tiga opsi bagi pelanggar
Menurut Direktur Lalu Lintas Mabes Polri, Kombes Pol Yudi Sushariyanto,
tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas, lazim disebut tilang,
adalah salah satu bentuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan
Polri. Penyelesaian atas pelanggaran itu berada dalam sistem peradilan
pidana (criminal justice system yang melibatkan kejaksaan dan pengadilan.
Mengacu pada Pasal 211 KUHAP dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993,
terdapat 28 jenis pelanggaran yang dapat dikenakan tilang.
Yudi menjelaskan, sistem tilang yang berlaku saat ini memberi tiga opsi bagi
pelanggar. Seseorang bisa minta disidang di pengadilan, mau bayar ke Bank
Rakyat Indonesia, atau pilihan lain dititipkan kepada kuasa untuk sidang.
Kuasa untuk sidang itu tidak lain adalah polisi. Pilihan-pilihan ini sudah
berlangsung sama, sesuai Surat Keputusan Kepala Kapolri No.Pol:
SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April 1998 (SK 1998).
Dijelaskan Yudi, ketiga opsi ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan
pengendara menyelesaikan pelanggaran yang dia lakukan. Tinggal pilih opsi
yang mana, sehingga proses penindakan tidak sampai terlalu mengganggu
aktivitas pelanggar. Kalau punya waktu ke pengadilan, ya monggo. Mau bayar
lewat bank, silahkan.
Gambaran lebih teknis dipaparkan oleh Loekito. Kepala Divisi Pembinaan dan
Penegakan Hukum Direktorat Lalu lintas Polri ini menjelaskan Indonesia tidak
menggunakan sistem tiket seperti di luar negeri secara murni. Tapi dipakai
sistem penggabungan (hybrid-red) sesuai hukum acara Indonesia. Memang
masyarakat diberi alternatif, "Kalau orang dikasih lembar biru, dia bisa
titip uang sesuai tabel, atau bisa langsung ke BRI (Bank Rakyat Indonesia,
red) di mana saja atau ke kantor pos" ujarnya.
Apabila pelanggar memilih untuk membayar ke BRI, lanjut Loekito, polisi bisa
menunjuk petugas khusus atau pelanggar bisa menyetorkan denda ke BRI cabang
saja. BRI kemudian memberikan struk sebagai bukti, lalu pelanggar tinggal
datang ke kantor polisi yang ditunjuk penilang. Setelah pelanggar membayar
denda dan meminta kembali SIM/STNK yang dititipkannya, lembar biru tersebut
dikirim ke Pengadilan Negeri untuk dilaksanakan sidang tanpa kehadiran
pelanggar (verstek).
Pertimbangan Polri untuk bekerjasama BRI ialah jangkauan yang luas hingga ke
pelosok-pelosok. "Pelanggar bisa membayar ke BRI dimana saja. Nanti uang
ditilang disetor ke kas negara, bukan pemerintah daerah" tutur Loekito.
Besarnya denda ditentukan dari tabel jumlah uang tilang yang telah
disepakati hakim. Jumlah denda pada tabel ini berbeda untuk tiap provinsi.
Tabel yang juga dilampirkan di belakang buku tilang ini, dibuat untuk
mempermudah pelanggar.
Petugas khusus
Selain ikut sidang dan membayar ke BRI, dengan slip biru pelanggar bisa
memberi uang titipan ke petugas khusus (polisi). Dengan cara ini, menurut
Loekito, pelanggar itu memberi kuasa kepada polisi untuk hadir disidang, dan
perkaranya akan disidangkan secara verstek. "Surat tilang berlaku sebagai
surat kuasa juga" ujarnya. Misalnya BRI tutup, hari sudah malam atau malas
orangnya, dia dapat menyetor ke petugas khusus. Kemudian petugas tersebut
membayar ke BRI dan mengirimkan slipnya ke Pengadilan Negeri" tuturnya.
Menurut Lampiran SK 1998 sebagai petunjuk teknis tentang penggunaan blanko
tilang, apabila ada kepentingan mendesak terdakwa dapat menyetorkan uang
titipannya ke petugas khusus yang ditunjuk (Polantas), di Kantor Satlantas
setempat. Penyidik harus dapat memastikan kepada terdakwa kapan dan di mana
terdakwa dapat mengambil kembali barang titipannya (SIM/STNK yang
dititipkan) setelah menyerahkan uang titipan di BRI atau petugas khusus itu.
Sambil menunjukkan slip tilang Loekito menjelaskan bahwa surat tilang dapat
berkedudukan sebagai surat kuasa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan Mahkamah
Agung, Kejaksaan, dan Polisi (Mahkejapol). Ia kemudian menambahkan, Polantas
yang bertugas juga tidak bisa main-main. Tidak semua polantas memegang slip
tilang, tergantung siapa yang diberi blanko tilang oleh komandannya. "Kita
punya sistem pertanggungjawaban dengan sidang kode etik".
Dalam slip tilang tersebut tercatat nomor kode polisi yang bertanggungjawab
atas blanko tilang tersebut, sehingga komandan dapat menyita blanko itu.
Selain itu Yudhi menambahkan, Kalau polisi bermain akan 'dikejar' Kejaksaan
karena tembusan tilang dibuat ke Kejaksaan dan pengadilan.
Halaman 18, Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang
(Lampiran SKEP KAPOLRI Skep/443/IV/1998)
e. Terdakwa:
1. Menandatangani Surat Tilang (Lembar Merah dan Biru) pada kolom
yang telah disediakan apabila menunjuk wakil di sidang dan sanggup menyetor
uang titipan di Bank yang ditunjuk.
2. Menyetor uang titipan ke petugas khusus bila kantor Bank (BRI)
yang ditunjuk untuk menerima penyetoran uang titipan terdakwa
(pelanggar-red) tutup, karena hari raya/libur, dan sebagainya.
3. Menyerahkan lembar tilang warna biru yang telah
ditandatangani/dicap petugas kepada penyidik yang mengelola barang titipan
tersebut.
4. Menerima tanda bukti setor dari petugas khusus (Polri) apabila
peneyetor uang tititpan terpaksa dilakukan diluar jam kerja Bank (BRI).
5. Menerima penyerahan kembali barang titipannya dari
penyidik/petugas barang bukti/pengirim berkas perkara berdasarkan bukti
setor dari petugas khusus atau lembaran tilang warna biru yang telah
disyahkan oleh petugas Bank (BRI).
6. Menerima penyerahan barang sitaannya dari petugas barang bukti
setelah selesai melaksanakan vonis hakim (dengan bukti eksekusi dari
Eksekutor/Jaksa dan melengkapi kekurangan-kekurangan lainnya (SIM,
STNK/kelengkapan kendaraan) à (bila memilih sidang-red)
Dengan berlangsungnya otonomi daerah, Yudi berpendapat ada beberapa
pengadilan yang meminta untuk memproses seluruh tilang lewat persidangan.
Walau sebenarnya prosedurnya terdapat tiga opsi tadi. "Polda Metro Jaya
maunya juga petugasnya tidak menerima uang. Agar tidak ada anggota yang
terima titipan" tutur Loekito.
Ditambahkan Yudi, dengan mengharuskan orang ke untuk pengadilan maka
pelanggar akan direpotkan. "Ini yang harusnya direspon masyarakat, kita
maunya kecepatan dan ketepatan" tandas Yudi. "Kasihan masyarakat, karena ada
pihak yang ingin tidak mempermudah. Mereka tidak mau mempercepat
(proses-red) si pelanggar" tandas Yudi. Menurutnya polisi ingin menyerahkan
pada keinginan masyarakat. Selain karena tiga opsi ini masih berlaku,
menurut Loekito seharusnya juga ditanyakan kepada masyarakat. "Kalau mau
sidang boleh, tidak juga tidak apa-apa" ujarnya.
Memilih opsi membayar ke BRI juga tidak gampang. Seorang anggota Polantas
berujar, memilih slip biru berarti sudah tahu prosedur. Kalau tidak, ya
bakal repot juga. Sebab, sebelum ke BRI, pelanggar lalu lintas harus datang
ke kantor polisi dulu untuk meminta cap. Di sana, petugas Ditlantas akan
menunjuk BRI tempat membayar denda tilang. "Jadi, bayarnya tidak langsung.
Tidak online," ujar polisi tadi.
Setelah dari BRI, pelanggar harus balik lagi ke kantor polisi untuk
mengambil SIM. Meski terkesan ribet, demi pengalaman dan pengetahuan
hukumonline mengikuti petunjuk teknis Pak Polisi. Tiga hari setelah ada cap
dari kantor polisi, kini berurusan ke BRI Pusat di kawasan Jalan Sudirman
Jakarta. Berbekal tanda bukti pembayaran denda dari bank, hukumonline
meluncur ke Polda Metro Jaya. Tak sampai lima menit, Surat Izin Mengemudi
(SIM) pun dikembalikan.
Lantas, Anda pilih slip yang mana? Silahkan kirimkan pengalaman Anda ke
redaksi@hukumonline.com. Siapa tahu berbagi informasi bisa membuat pemahaman
banyak orang tentang aturan berlalu lintas kian bertambah.
(KML)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar